January 16, 2012

Sekolah Anak..


Sudah lama saya mengikuti salah satu account twitter seorang Financial Planner di Indonesia, dan beberapa waktu yang lalu materi yang sedang dibahas adalah tentang Dana Pendidikan untuk Anak. Ada salah satu followernya yang meng-tweet kalau dia kaget biaya Kuliah melalui Jalur Mandiri untuk Pendidikan Kedokteran di beberapa Universitas Negeri di Indonesia rata-rata sekitar 400jt hingga bisa mencapai 1 milyar, si bapak ini bingung investasi apa yang harus dilakukan sehingga bisa memenuhi Dana Pendidikan Anak tersebut. 

Saya belum ada 1 tahun menikah, keinginan untuk punya anak pun masih maju mundur, walaupun sekarang sedang program. Jadi saya belum terlalu memikirkan tentang investasi untuk Dana Pendidikan Anak, tapi beberapa waktu kemarin saya sempat mengobrol dengan salah satu nasabah, ini salah satu hal yang menyenangkan dari pekerjaan saya, sedikit banyak saya dapat mengetahui alokasi uang para nasabah saya dan berapa kemampuan investasinya. Dia baru saja membayar biaya buku untuk sekolah anaknya selama 1 semester, sekitar 1,9 juta/semester, anaknya sekarang duduk di bangku kelas III Sekolah Dasar. Iseng-iseng saya Tanya si anak ini bersekolah dimana, karena jujur saya kaget banget.. biaya buku 1 semester seorang anak SD hampir mencapai 2juta rupiah. Setara dengan UMR DKI Jakarta. Dan nasabah ini menjawab, anaknya sekolah di JISc, tambah kagetlah saya. Saya punya cita-cita untuk menyekolahkan anak disana, kenapa disana?

Kata Sekolah berasal dari Bahasa Yunani yaitu skho-le’ yang berarti “waktu terluang”, atau bisa juga diartikan menggunakan waktu luang untuk kegiatan belajar.

JISc adalah salah satu sekolah yang menurut saya mempunyai nilai-nilai islam yang cukup kuat, dan mereka mampu menggabungkan kurikulum Nasional dan Internasional, mereka juga menyediakan sarana mulai dari preschool sampai Highscool, saya dulu juga seperti itu, mulai dari preschool sampai lulus elementary saya menyelesaikan di sekolah yang sama, Junior HSc pindah sekolah tapi masih di swasta juga, baru ketika SMA saya memutuskan untuk masuk negeri. Bukan, bukan saya meremehkan kemampuan sekolah negeri atau lebih mengunggulkan sekolah Swasta, tapi sepanjang saya bersekolah selama 12 tahun di sekolah swasta saya bisa merasakan kemampuan mereka dalam menciptakan jiwa disiplin di dalam seorang anak, dan serius deh DISIPLIN itu penting banget! Kembali ke JISc, sekolah ini telah bekerjasama dengan beberapa private school di Malaysia, Singapura, dan sebentar lagi Australia. *kok kedengarannya saya seperti calon orangtua yang kapitalis ya, hehehehe.. begitu denger kerjasama sama dengan luar negeri langsung semangat* gimana ya.. bagaimanapun kita gak akan bisa mengelak kalau ya memang, globalisasi itu berdampak besar terhadap kehidupan seseorang, tetapi saya juga ingin anak saya nanti selain kaya secara duniawi dia juga memiliki bekal untuk mempersiapkan akhiratnya kelak. Makanya insya Allah saya ingin memberikan pendidikan yang benar-benar terbaik dari sisi dunia maupun akhirat.. *please.. orangtua mana sih put yang nggak mau* sekolah ini mampu mengakomodasikan kedua hal itu dan satu lagi, lokasi sekolah ini lumayan deket dari lokasi rumah yang saya inginkan, gak deket-deket banget sih tapi masuk akal lah jarak tempuhnya.
Berbicara tentang pendidikan anak, ada satu buku yang sangat menginsipirasi saya dalam memberikan pendidikan anak, judul bukunya Totto Chan, Karangan Tetsuko Kuroyonagi. Saya pertama kali baca buku ini kalau gak salah kelas 2 SMA sekitar tahun 2004/2005, ada seorang teman yang merekomendasikan ke saya. Buku itu dibuat di Jepang Ketika masa Perang Dunia ke II berdasarkan kisah nyata dari penulisnya sendiri, yang bersekolah di Tomoe Gakuen sekolah yang didirikan oleh pendidik Sosaku Kobayashi. Buat yang belum pernah baca, buku ini benar-beanr bagus!! Semua cerita di buku ini punya nilai banyak banget untuk pembentukan karakter seorang anak, di Tomoe Gakuen ini anak dididik untuk menemukan karakternya sendiri, mereka dapat memilih pelajaran apa yang ingin mereka pelajari terlebih dahulu, tanpa ada aturan jadwal seperti di sekolah-sekolah pada umumnya. Sekolahnya pun berbentuk gerbong kereta api,jadi si Sosaku ini benar-benar membeli gerbong kereta api bekas dan menjadikannya sebuah ruang kelas, karena dia berfikir sekolah adalah suatu tamasya, anak bebas mengekspresikan keinginan mereka akan ilmu-ilmu yang mereka sukai. Ketika jam makan siang mereka berkumpul di aula bersama, dengan membawa makanan masing-masing dari rumah, dan makanan itu harus mengandung unsur sesuatu dari laut dan dari gunung, itu cara sosaku menyeimbangkan gizi anak-anak. Sebelum makan mereka harus bercerita bagaimana proses makanan itu terbentuk, ini cara sosaku mengajarkan anak untuk membantu orangtuanya di dapur, dan mengajarkan mereka juga untuk berani berbicara di depan orang banyak dengan menceritakan pengalaman mereka sendiri. Ada 2 cerita yang masih saya ingat sampai sekarang. Perjalanan ke Kuil dan Rumah Pohon.. 
 ini dia, cover buku Tooto-Chan: 
Totto-Chan
Ketika musim panas, seperti sekolah-sekolah pada umumnya Tomoe melakukan perjalanan wisata juga, tapi mereka bukan ke taman hiburan dan naik kendaraan. Mereka melakukan perjalanan ke kuil tua dan berjalan kaki, rutenya sudah disiapkan oleh Sosaku, anak-anak akan melewati ladang sayuran tempat petani bercocok tanam, mereka juga akan melewati sungai, karena sosaku ingin anak-anak dapat berinteraksi langsung dengan alam, mereka dapat menghargai kerja keras petani dalam menghasilkan sayuran yang mereka biasa makan, mereka dapat belajar ekosistem lingkungan, dan yang hebatnya lagi.. perjalanan ke kuil ini diikuti oleh semua kelas, mulai dari kelas terkecil hingga kelas terbesar. Karena Sosaku ingin anak-anak yang besar dapat menunjukan rasa kepemimpinan dan menjaga adik-adik mereka, dan adik-adik mereka dapat menghormati dan melihat contoh bagaimana senior mereka menjaga mereka. Nilai-nilai seperti ini yang sepertinya semakin lama semakin berkurang di dalam pendidikan seorang anak di masa sekarang, waktu saya SMA terasa sekali nuansa bully antara kakak kelas dan adik kelas, yang namanya menghargai antara senior-junior itu sangat kurang, saya juga pernah melihat anak SD malu mengeluarkan kotak makannya karena dia hanya membawa roti, sementara temannya membawa mie goreng. Dulu waktu saya TK, setiap jam makan siang, sekolah memberikan kami makan siang langsung dengan menu yang sama agar tidak ada rasa iri, dan yang membawa makanan harus memberikan makanan kepada orang yang duduk di sebelahnya.
Cerita ke dua tentang Rumah Pohon, di Tomoe seorang anak dapat mengklaim sebuah pohon menjadi miliknya dan dia dapat mengundang teman yang lain untuk dapat menaiki pohon itu bersama-sama. Di kelas yang sama ada seorang anak yang memiliki kertebatasan fisik, kalau saya tidak salah, dia memiliki kaki yang pendek dan tidak dapat tumbuh sehingga sulit menjaga keseimbangannya, totto chan ingin sekali mengajak anak itu untuk menaiki pohonnya agar bisa melihat matahari bersama-sama.
Saya punya teman yang menjadi guru di sebuah sekolah dengan keterbatasan fisik dan butuh penanganan khusus, di kelasnya hanya terdiri dari +/- 10 orang murid. Sangat berbeda dengan SD-SD pada umumnya, ini yang membuat saya berfikir. Mengapa anak dengan keterbatasan fisik harus dikhususkan? Apakah mereka takut tidak bisa mengikuti teman-temannya yang lain? Atau para guru khawatir dia tidak dapat memberikan bantuan yang maksimal ketika belajar bersama dengan murid-murid yang normal? Menurut saya pemisahan seperti ini ada buruknya, anak-anak dengan keterbatasan fisik seperti itu mungkin akan merasa disisihkan dan mereka akan sangat menyadari bahwa mereka itu BERBEDA. Dan anak-anak yang memiliki kesempurnaan fisik mungkin akan menjadi kurang peka, karena mereka memang tidak dibiasakan untuk berinteraksi dengan anak-anak yang BERBEDA dengan mereka. Saya bukan orang yang paham dunia pendidikan, tapi di kehidupan nyata, hal-hal seperti itulah yang saya lihat. Tidak ada jalur khusus untuk pengguna kursi roda, orang tidak mau memberikan kursinya kepada orang yang pincang di Bus, membiarkan orang buta menyeberang sendirian. Nilai-nilai seperti itu yang sepertinya mulai berkurang dan lama-lama akan menjadi hilang.
Waktu saya menemani teman saya menemui nasabahnya di Sekolah Alam Bogor, menurut saya sekolah ini hampir mirip dengan sekolah Tomoe. Saya ingat waktu itu saya sedang duduk, dan gak lama ada rombongan anak-anak dengan baju basah kuyup, bawa ban mobil, celana kotor tapi mereka gak berhenti tertawa. Dan saya kaget karena mereka menyapa saya duluan.. kurang lebih kayak gini percakapannya:
Anak” : Hallo tantee…
Saya: haloo.. kalian dari mana?
Anak” : kita abis rafting di sungai bawah, arusnya deres banget, tadi ada kodoknya.. *disini mereka rebutan ngomongnya*
Saya: *woow.. rafting? Hari rabu, jam 10 pagi?? Enaakk banget!!* kenapa isi kelasnya ada yang besar sama yang kecil?
Anak”: kita gak sekelas, tapi raftingnya barengan sama anak kelas 1, kan kasian kalau mereka di sungai sendirian, siapa yang jagain?
Saya: *oohh.. jadi digabung kelas 4 sama kelas 1* ini kok sampe basah gini, entar masuk angin loh…
Anak”: kan kita bawa baju ganti, terus ini juga mau mandi..
Menyenangkan ya?? Hehehehhe… saya paling suka kalau nemenin temen saya ketemu nasabahnya di sekolah ini, mereka punya kebun sayuran sendiri dan ada petani yang ngajarin bercocok tanam, kelasnya dari rumah kayu, Banyak pohonnya, dan gurunya semua muslim, tukang makanan yang jualan di kantinnya WAJIB BEBAS MSG, FORMALIN dan harus HALAL. Saya paling suka sama konsep kantinnya, coba deh sekali-kali nongkrong di depan sekolah (SD terutama) dan perhatiin makanan yang dijual, feeling saya sih ada makanan kadaluarsa yang masih dipakai, terus MSGnya juga berlimpah ruah, belum minyak yang dipakai buat ngegorengnya, aduuhhh.. hal-hal kayak gini yang bikin saya stress bayangin apa yang anak saya makan nanti kalau sekolah, seharusnya lingkungan di luar sekolah itu juga diperhatiin. Makanya saya girang banget waktu liat kantin Sekolah Alam, sayang.. jauh banget di Bogor.
Seperti catatan akhir di buku Totto-Chan:
“Mr.Kobayashi yakin bahwa setiap anak dilahirkan untuk menjadi baik, yang dengan mudah bisa rusak karena pengaruh lingkungan mereka, atau karena pengaruh-pengaruh buruk orang tuanya. Berusaha menemukan “watak baik” setiap anak dan mengembangkannya agar anak-anak tumbuh menjadi orang dewasa dengan kepribadian yang khas.”

Kalau dilihat-lihat sekolah anak yang bagus, dengan lingkungan yang bagus, dan kurikulum yang canggih, itu kayaknya hanya untuk orang-orang mampu saja ya.. lah, terus kalau orangtuanya tidak mampu atau hanya berkecupan gimana?
Pendidikan anak tidak hanya berhenti di sekolah saja, tetapi yang paling penting adalah kemampuan orangtua untuk mengajarkan anaknya untuk belajar banyak hal, dan menciptakan suatu lingkungan yang baik untuk anak itu tumbuh. Jadi bukan melulu bicara materi. Ada buku lain yang saya sukai banget, dan Insya Allah pengen mengaplikasikannya kalau saya sudah punya anak. Yaitu “Cara Rasulullah mendidik Anak”. Di buku itu dijelaskan hak-hak seorang anak, anak memiliki HAK untuk medapatkan orangtua dengan kesehatan Jiwa maupun Rohani, tingkat keimanan yang bagus, pendidikan yang bagus, kesehatan yang bagus.. maka perbaikilah dirimu sebelum menjadi seorang Orangtua dari seorang Anak, karena disitulah HAK anakmu. Anak memiliki HAK untuk mendapatkan pendidikan yang terbaik, dan itu dimulai dari lingkungan keluarganya.. maka ciptakanlah lingkungan keluarga yang baik, yang sesuai dengan ketentuan agama.
 *saya belum tamat sih bacanya, jadi belum bisa merangkum semuanya.. hehhehehehe* semoga bisa dilanjutin lagi, kalau saya sudah tamat baca bukunya..
Saya berharap, saya memiliki kemampuan untuk memberikan pendidikan yang terbaik untuk anak-anak saya nanti, saya tidak tahu apa saya mampu memasukkan mereka ke sekolah-sekolah yang saya cita-citakan, tetapi pada akhirnya saya akan memberikan mereka kebebasan untuk menentukan sendiri masa depan seperti apa yang mereka inginkan.. tanpa melupakan koridor-koridor agama. Insya Allah.

Source: Totto-Chan by Tetsuko Kuroyonagi


No comments:

Post a Comment