July 8, 2012

Mertua vs Menantu





Hayo siapa yang sudah jadi menantu dan punya mertua? Atau jangan-jangan ada yang sudah jadi mertua lagi.
Gak bisa dipungkiri sih, kadang beda paham dengan pemangku jabatan yang satu ini sering banget di temui, atau mungkin kita sendiri yang rasakan? *hmmp.. Alhamdulillah saya sih sejauh ini menikah (emang udah berapa jauh put? Baru mau setaun kan? :p) tidak merasakan atau memiliki pengalaman berdebat atau berbeda pendapat atau “mertua mendominasi” kehidupan pernikahan kami, *semoga seterusnya seperti itu Ya Allah* dan gak cuma antara menantu perempuan dan mertua perempuan saja yang berdebat, terkadang hal-hal kayak gini juga bisa loh antara Ayah mertua dan si menantu laki-laki, pusing? Wah, saya sendiri juga kurang paham tuh, tapi denger-denger cerita dari beberapa orang temen sih, saya nangkepnya kok malah menyedihkan dan jadi gak nyaman ya.

Saya punya tetangga yang usianya hanya terpaut 2 tahun dari usia saya, sekitar 27-28an, Alhamdulillah dia sudah dikaruniai seorang bayi laki-laki, si tetangga saya ini sebut saja Mbak N, adalah 100% Ibu Rumah Tangga. Beliau adalah lulusan cumlaude salah satu Universitas Negeri terkenal di daerah Jogyakarta, anak ketiga dari 4 bersaudara, asli Solo. Tapi jangan salah, kelakuannya jauuuhhhhh banget dari tipikal Putri Solo.  Heheehhee..  mbak N ini jago banget kreasi jilbab, bahkan ketika saya menikah saya gak pakai salon, saya minta tolong mbak N untuk mengkreasikan jilbab saya, for free!! Hasilnya? Alhamdulillah Ya Allah saya suka banget, simple, gak macem-macem dan 20 menit jadi! *oke, mulai melenceng.. kembali ke topic*

Sebelum menikah Mbak N ini pernah bekerja sebagai humas di salah satu perusahaan di kota Jogyakarta, ketika dia memutuskan untuk menikah dengan pacar masa kuliahnya, mau tidak mau dia harus resign, karena ternyata sang suami memutuskan mereka berdua untuk tinggal sementara di Sumatera, tempat orangtua sang suami, hingga suaminya mendapatkan pekerjaan tetap. Mengapa tinggal di Sumatera? Nah, jadi begini, ternyata mertua mbak N sebenarnya asli orang Jawa, Jawa Tengah tepatnya. Tapi mereka memutuskan untuk bertransmigrasi ke daerah sumatera di awal tahun 80-an untuk menjadi petani kelapa sawit hingga sekarang mereka sukses menjadi Juragan Kelapa Sawit.

Selama setahun tinggal di Sumatera, mbak N stress! Dia gak tau harus ngapain, karena ya gitu pembantunya banyak banget! Koperasi sudah diurus sama ibu mertua, mau ke kebun dilarang, alhasil Cuma nganggur saja dirumah. Bahkan dia pernah cerita kalau si ibu mertua ini menawarkan untuk membelikan mereka ruko agar mereka berdua buka usaha saja di Sumatera. Mau? Jelas nggak! Akhirnya setelah hampir setahun Alhamdulillah sang suami mendapat panggilan kerja di daerah Bekasi, hijrah lah mereka berdua ke Jakarta. Mbak N cerita kalo dia senengnya bukan main! Walaupun tinggal di rumah kontrakan tapi rasanya free gitu, bisa nyapu, ngepel, nyuci sendiri, gak lama mereka tinggal di Bekasi, mbak N hamil. 

Dan sepertinya kalau saya bisa bilang inilah awal dari kegiatan si Ibu Mertua yang mulai berusaha mendominasi kehidupan si menantu. Bayi laki-laki Mbak N sebut saja Al, adalah cucu pertama nenek Sumatera, sudah cucu pertama, laki-laki pula. Bisa bayangkan betapa bahagia nya? Sementara bagi eyang Solo, Al  ini adalah cucu kesekian jadi bisa dibilang mereka sudah santai lah. Saya sebagai tetangga mbak N menyaksikan sendiri bagaimana tingkah polah nenek Sumatera ini, oh ya kenapa mbak N ini sangat akrab dengan keluarga saya? Jadi gini dari awal dia datang, hamil, hingga melahirkan,  Eyang Solo ibu dari mbak N dan mama saya mulai menjalin pertemanan dan si eyang ini meminta tolong mama saya untuk ikut “menjaga” mbak N. keberatan? Jelas nggak, mama saya itu suka banget kalau dapet temen baru, selain memang rumah kami bukan di daerah komplek jadi agak susah untuk mendapatkan teman ngobrol.

Ketika al berusia 2 bulan, nenek Sumatera datang menjenguk. Jauh-jauh dari sumatera bawa mobil, biar bisa bawa cucu jalan-jalan katanya. Ketika weekend mbak N dan keluarga besar mengajak mama saya ke salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta, mau liat mall katanya. Sekembalinya mereka dari Mall mobil penuh! Bayangin si nenek membelikan baju Al sampai 2 koper! Stroller, dan segala macam perlengkapan bayi, gelang emas, semua dibelikan oleh nenek Sumatera. Sampai-sampai mbak N waktu dirumah saya cerita, kalau sebenernya dia gak keberatan Al dibelikan banyak barang kayak gitu, tapi dia merasa dia juga punya hak untuk membelikan baju untuk anaknya sendiri. Setiap hari nenek Sumatera ini telepon hanya untuk mendengarkan suara Al, baru mau ditutup kalau Al sudah mengeluarkan suara.

Akhir Bulan Mei kemarin mbak N dapat panggilan untuk main ke Sumatera, percaya gak percaya dia stress!! Semua orang dimarahin, sampai ibunya sendiri yang datang dari Solo kena imbasnya, dia Cuma takut kalau dia sudah di Sumatera dia gak akan dapet ijin lagi balik ke Bekasi. Terus suaminya gimana? Ternyata, sang suami sepertinya enjoy-enjoy saja apabila mbak N dan Al tinggal di Sumatera, lebih terjamin hidupnya menurut sang suami. Beberapa jam sebelum berangkat ke Sumatera dia sempet main ke rumah bareng ibunya, curhat ke mama saya, mengatur konspirasi jaga-jaga kalau ternyata dia susah balik lagi ke Bekasi *serem banget gak sih?* 

Sampai saya nulis tentang cerita ini di blog, mbak N masih berada di Sumatera. Sudah satu bulan, setiap hari dia sms an dengan mama saya, isinya biasa seputar kebosanan dia di Sumatera dan Al yang mulai makan apa saja, tapi ada beberapa sms yang menbuat hati mama saya sedih. Beberapa malam yang lalu mbak N sms, dia minta tolong mama untuk tanya ke Suaminya sendiri, kapan kira-kira dia bisa pulang ke bekasi? Dia gak berani tanya langsung karena sungkan. Jelas mama saya gak bisa bantu, karena itu masalah internal keluarga mereka. Dan ada satu sms lagi, kalau ini bikin saya kesel setengah mati sama mertuanya! 

Jadi si Al itu dari mulai lahir memang tidak bisa tidur lama, tidak seperti bayi pada umumnya, dia sebentar tidur-sebentar bangun, mama saya sudah menyarankan untuk di cek saja ke dokter spesialis anak, mungkin ada beberapa asupan di ASI yang membuat dia terlampau aktif sehingga tidak bisa tidur lama, tapi mbak N terlanjur percaya bidan sehingga tidak mau membawa sang anak ke dokter. Nah pola tidur seperti itu rupanya dilihat oleh nenek Sumatera, dan dia TIDAK SUKA. Mulai lah si mbak N ini diinterogasi seputar pola menyusu Al, dan rupanya selama di Sumatera Al mulai jarang menyusu ASI, mungkin karena Al pun sudah mulai mPASI ya, jadi sudah mulai kenyang dengan sedikit ASI, dan puncaknya adalah sang akung memutuskan untuk memberi AL SUFOR alias Susu Formula! Karena mereka melihat si Al mulai jarang menyusu ASI, padahal menurut mbak N Asi nya sendiri masih keluar deras. Dia gak bisa melakukan apa-apa untuk mencegah al diberi Sufor, mertuanya ngotot gak mau liat cucunya kurus karena kekurangan Asi dan mereka juga gak mau ngeliat Al kesusahan makanan seperti bapaknya dulu (waktu awal-awal si akung masih petani kelapa sawit ).

Saya pribadi ngedenger cerita itu marah, marah dari sisi ibunya yang gak punya daya untuk “melindungi” anaknya, dan marah ngeliat tingkah laku mertuanya yang menurut saya terlalu “mendominasi”, dan marah juga terhadap suaminya yang menurut saya “tidak peka” dengan perasaan istrinya, sampai istrinya sendiri takut bertanya ke dia. Menurut pendapat saya mertua itu adalah orangtua kedua bagi kita, tugas mereka sama yaitu mendidik, membimbing, mengawasi, mengingatkan tetapi bukan MENDOMINASI kehidupan pribadi kita. Makanya saya suka heran dengan mertua-mertua yang ngotot mau membawa cucunya tinggal dengan mereka di kampung, atau terus mengkritik cara sang ibu dalam mendidik cucu-cucunya. 

Pertanyaan saya untuk mertua-mertua seperti itu, “Apakah mereka lupa ketika mereka sebagai menantu bagaimana rasanya?” Atau mungkin ternyata para mertua itu diperlakukan seperti itu juga oleh mertuanya yang terdahulu, diintervensi rumah tangga nya sehingga sekarang mereka melakukan hal yang sama? Entahlah. Saya hanya bisa bersyukur karena sejauh ini diberikan mertua dan orangtua kandung yang santai dan membiarkan kami menjalankan kehidupan rumah tangga sesuai keinginan kami, semoga untuk selamanya. Aamiin.


No comments:

Post a Comment