October 7, 2011

My Confession of : Jilbab Saringan Tahu


Saya pertama kali berhijab tahun 2007, hampir 2 tahun setelah saya masuk kuliah S1, saya lupa pastinya tanggal berapa, tapi Insya Allah masih inget momentnya. Kejadiannya itu malem-malem, waktu saya mau datang ke acara ngumpul-ngumpulnya anak Manajemen angkt ’05, *Universitasnya gak usah di mention ya.. * hehehhee.. abis maghrib saya sudah rapi tuh, pakai celana hitam, baby doll polkadot dark beige, sama cardigan hitam. Pas nunggu dijemput temen, Iseng-iseng saya mencoba bergo punya tetangga di kamar sebelah, kebetulan warnanya hitam juga, waktu itu pikirannya “coba ah, pantes gak sih kalau saya berjilbab….” Pas dicoba dan nanya pendapat anak-anak kos *lucu ya, berjilbab kok nanya pendapat..* Alhamdulillah semua bilang pantesss,, “udah dipakai aja malem ini, jangan dilepas” kata mereka. Yaudah saya pakailah bergo itu buat datang ke acara ngumpul-ngumpul, pas nyampe di tempat ngumpul, semua yang ngeliat saya pada kaget. *hahahhhahaha… dan rata-rata pada komentar “ini beneran kan selamanya pakai jilbab? “ saya sih Cuma bisa bilang Insya Allah.
Nah besok paginya pas mau ke kampus, malu juga kalau ketemu temen-temen dan saya gak pakai jilbab *karena malemnya udah banyak yang ngedoain gitu biar gak dilepas* semenjak itu deh memutuskan pakai jilbab sampai *Insya Allah* akhir hayat.
Terus, apa hubungannya sama jilbab saringan tahu put???
Setelah beberapa bulan berjilbab saya bosen juga karena pakai bergo terus, kadang-kadang pakai yang segi empat juga sih, tapi kurang nyaman, makanya kemana-mana pakai bergo, dulu sampai punya banyak bergo warna-warni, *soalnya saya suka warna*  tiba-tiba di suatu siang, saya ngeliat perempuan pakai jilbab segi empat, dengan warna yang menurut saya bagussss banget!!! Dan keliatannya bahannya nyaman, selidik punya selidik, ternyata bahan jilbabnya itu terbuat dari bahan pa*is.. penasaran dong saya, pengen punya juga.
Waktu kuliah, saya itu sempet juga part time di salah satu tempat persewaan buku, namanya Hangript.. tempatnya enak bgt! Semacam rumah lama model jawa, ubinnya teghel, dan kalau siang banyak banget yang suka ngadem disitu, rata-rata mahasiswa yang baru balik dari kampus. Dan diantara mahasiswa-mahasiswa itu ada yang beberapa sudah pakai jilbab pa’is *waktu itu kayaknya belum sebooming sekarang* , dan kebetulan juga senior yang sama-sama part time bareng saya baru punya jilbab bahan itu, jadilah saya Tanya-tanya ke dia.
Phs: mbak, aku mau dong jilbab bahan paris ini.
Senior: yaudah, kapan kamu mau belinya? nanti aku temenin.
Phs: emang beli dimana mbak? Di mall ada?
Senior: masih belum ada, aku dapetnya di pasar.
Phs: berapaan???
Senior: hmppp.. sekitar 60rb put.
Phs: hah??? Mahal banget, entar dulu deh mbak, ngumpulin duid dulu.
Alhamdulillaaaaahhhh… hari ketika uang terkumpul itu dateng juga, seneng banget!! Pagi-pagi saya sudah smsin senior saya, biar nganter ke pasar. Hehehhee
Sampai bt dia karena saya kepagian datengnya, berdua kita pergi kepasar, akhirnya nyampe di toko yang sudah jadi langganan dia, daaaaan saya stressssss!!! Jadi pas senior saya minta ditunjukin jilbab bahan pa*is itu, si penjaga tokonya ngeluarin seplastik besaaaarrrr, dengan jilbab yang bertumpuk-tumpuk dengan warna yang yaaahhh *I wish I can have them all!* udah saya jelasin kan, kalau saya suka banget sama warna?? Nah begitulah, saya butuh waktu sampai 2 jam untuk memutuskan warna apa yang saya ambil, akhirnya kepilih 3 warna untuk jilbab bahan pa*is pertama saya, apa saja: dusty pink, hijau botol, kuning mustard.. *I don’t know why I choose all that color, I just love it* dan habis sekitar 100.000 lebih… hehehehhe… but it’s totally worth it..
This is my first square pa*is hijab, masih tebal bahannya: 

 
Kuning Mustard, Dusty Pink, Hijau Botol
 
Semakin kesini, semakin banyak koleksi jilbab pa*is saya, mulai dari polosan, lukis, ornament kristal, hingga gradasi, sampai AFR nanya ada berapa sih jilbab yang kamu punya? Udah punya warna apa aja? tapi ya gitu, rasanya banyak warna-warna yang belum saya punya, sampai saya iseng-iseng mengamati perempuan-perempuan pengguna Jilbab Pa*is, pertama kali ngamatin karena saya kepincut sama warnanya ihh.. kayaknya gw belum punya deh warna itu , “kok lucu sih ada bordiran keretanya? Pengeennn…”, dan komentar-komentar yang gak penting lainnya.
Lama kelamaan pengamatan saya beralih, hingga sampai ke kesimpulan, rata-rata pengguna jilbab pa*is itu sampai menutup dada, tapi yang jadi permasalahan sekarang adalah KOK, BAHANNYA MAKIN LAMA MAKIN TIPIS YA?? MAKIN SEPERTI SARINGAN TAHU.. dan sayapun iseng-iseng melakukan perbandingan bahan, antara pa*is yang saya pertama beli seharga 60.000 sampai ke pa*is terakhir seharga 10.000.  *bukannya saya cari yang murah, tapi rata-rata yang dijual di pasaran itu sekarang yang seharga 10.000, entah karena daya beli menurun atau memang bahan pa*is seharga 60.000 itu sudah tidak diproduksi lagi, saya kurang paham deh.*
Ini tampilan jilbab pa*is, harga 10.000 an:
Keliatan kan serat-serat kainnya

Dan puncaknya adalah di suatu siang, ketika saya tidak sengaja melihat layar PC rekan kerja saya, dia lagi baca artikel “Jilbab Saringan Tahu, Tabarruj ala Jahiliyah” Astagfirullah, langsung saya nyeret kursi buat ikutan baca juga. Kenapa disebut istilah saringan tahu?? Pernah liat saringan tahu kan? Itu loh, bahan tipis menerawang, yang lemas, dan biasa dipakai waktu mengangkat kedelai yang sudah dihancurkan.. kayak gini nih bentuknya:
Kain saringan tahu atau Kain Mori, ini kalau dilipat, kalau dibentangkan tipis banget.
Pada hakikaktnya, jilbab yang sesuai syar’I itukan yang: tidak membentuk badan, menutup aurat secara sempurna, tidak menerawang, dan tidak mencolok. *buat lebih jelasnya bisa dibaca di blog saya dengan judul “My Confession of Hijab Style * dan ketika membaca artikel itu, tertamparlah saya!..
Saya salah satu fans beratnya Jilbab Pa*is, sebisa mungkin pilih bahan yang tebal, tapi sekalipun sudah memilih bahan yang tebal ketika terkena cahaya baik matahari maupun lampu, si bahan ini akan menjadi transparan juga, saya sudah menyadarinya, makanya saya coba untuk menggunakan dalaman entah itu ciput atau ninja yang menutup seluruh rambut, dipikir-pikir lagi, kepala saya memang tertutup sempurna, tapi mulai dari bahu sampai dada tetap terlihat *ya karena efek cahaya itu* , berarti sama saja saya seperti berhijab dengan gaya jahiliyah.. :(
Kok berhijab gaya jahiliyah??
“Jahiliyah dahulu adalah kekafiran sebelum jaman Nabi Muhammad SAW, Jahiliyah sekarang adalah kemaksiatan setelah datangnya Islam”
Jadi kira-kira seperti, saya berhijab tapi masih melakukan tabarujj ala jahiliyah itu, salah satunya dengan tidak memperhatikan bentuk jilbab yang saya pakai.
Beberapa teman di kantor sudah menyiasatinya dengan menggunakan lapisan dalaman untuk kerudung ketika warna yang mereka pakai terlalu cerah atau bahannya terlalu tipis, tapi kan tidak semua jilbabers *ini istilah saya untuk para pengguna jilbab* terpikir untuk melakukan itu. Astagfirullah.
Akhirnya saya terpikir sih untuk melakukan itu, tapi pasti ada saja alasan, mulai dari panas *etapi neraka lebih panas ya?* , belum sempat cari lapisan dalamannya lah, ribet, dll deh.. tapi kita harus terus belajar kan ya? Agar lebih baik lagi dalam ibadahnya, termasuk penggunaan hijab sesuai syariah agama kita, Insya Allah saya akan mencari lapisan dalaman untuk jilbab paris kesayangan saya ini secepat-cepatnya yang saya bisa, Insya Allah biar Syar’I tapi tetep stylish!! Hehehehehe… mohon doa nya ya.


“Dan sungguh, Kami telah menurunkan kepadamu ayat-ayat yang memberi penerangan, dan contoh-contoh dari orang-orang yang terdahulu sebelum kamu dan pelajaran bagi orang yang bertakwa”
An-Nur 34


Inspired by: Dian Utami (@dynv)

No comments:

Post a Comment