March 25, 2013

Tetap Memilih bekerja = Tidak Siap Menjadi Seorang Ibu?



Kemarin sempet ngobrol-ngobrol sama ayah AFR pas jalan bareng ke kantor, saya bilang kalau saya tiba-tiba kepikiran, bukan kepikiran juga sih apa ya.. membayangkan, kayaknya enak deh Jadi Ibu Rumah Tangga tetapi tetap memiliki pekerjaan, standart memang, tapi pekerjaan yang saya inginkan bukan berdagang, jujur saya belum siap untuk menjadi pedagang, berdagang, jualan, apapun lah namanya itu. Walaupun ada hadist yang bilang, 9 dari 10 pintu rejeki itu datangnya dari berdagang, saya tetap belum siap untuk berdagang. Belum memiliki ketertarikan sih tepatnya.. 

Saya membayangkan memiliki suatu pekerjaan seperti kerja kantoran tetapi saya bisa melakukan itu di rumah, bukan yang stay 24hr di rumah juga. Saya tetap pengen bisa keluar-keluar minimal seminggu 2x, entah itu untuk meeting atau bertemu orang lain *yang berkaitan dengan pekerjaan tentunya* buat saya pribadi pekerjaan adalah salah satu bentuk pelarian saya atau istilahnya “Me Time” , Alhamdulillah saya sekarang sedang hamil, Insya Allah anak pertama.. hehehhe.. kalau dilihat-lihat, perempuan yang saya temui atau saya lihat atau kebetulan saya membuka suatu blog atau forum, kebanyakan dari mereka menginginkan menjadi SAHM a.k.a Stay at Home Mom*dengan atau tanpa pekerjaan sampingan* 

Jauh di dalam hati, saya belum siap untuk benar-benar stay 24 jam penuh di rumah dengan seorang bayi. Am I that bad? Entahlah..
Sepanjang saya mengandung,  saya benar-benar bersyukur telah diberi kesempatan oleh ALLAH untuk hamil, bisa merasakan suatu kehamilan tanpa gangguan berarti, dan masih bisa bekerja, saya Alhamdulillah banget. Walaupun ada kalanya saya merasa capek dan ingin meringkuk saja di rumah. ;p dibandingkan dengan calon ibu-ibu yang lain, saya masih merasa sense of parenting saya belum terbentuk secara matang *tsaahh* , bukan berarti saya tidak belajar untuk jadi seorang ibu yang baik ya, tapi melihat keseharian ibu saya yang notabene a fulltime mom at home, untuk saat ini, itu jelas bukan saya banget.

Kalau denger ada orang komentar, “anak sendiri kok dititipin ke orang”, ”anak itu ya sepenuhnya tanggung jawab kita, orangtuanya, bukan ART atau neneknya”, “mau punya anak tapi gak mau ngerawat” and so on and so on.. saya sih belum merasa tersinggung, yang saya rasakan justru saya Alhamdulillah banget kalau ada orang yang bisa saya percaya dan memiliki ilmu lebih banyak untuk membantu saya merawat calon anak kami nanti *baca: neneknya ;p*
Gambar dari sini

Banyak yang bilang saya belum siap menjadi seorang ibu, setiap saya cerita seperti ini ke mama, beliau cuma menimpali: “emang ada yang 100% siap?” dan malah balik nanya, “seperti apa sih kategori siap jadi orang tua itu?” menurut mama, gak ada satupun ibu, baik bekerja maupun tidak bekerja yang siap ketika anaknya: sakit untuk pertama kalinya, jatuh dan kepala bocor, demam hingga berujung Step, raport merah, di rawat di rumah sakit, minta ijin untuk keluar malam, nangis sesenggukan karena diputus pacar, males makan, males mandi, rewel tanpa sebab, gak mau sholat, susah banget disuruh ngaji, ngebantah kata-kata orangtua.. dan masih banyak lagi.. gak ada satupun buku yang bisa memberikan kamu jawaban hingga sedetail itu, anak dan orangtua adalah satu kesatuan yang sama-sama belajar untuk menjadi lebih baik setiap hari nya, gak ada kata SIAP. Bayi baru lahir pun belajar untuk “mengenal dan menerima ibunya” bukan langsung siap untuk punya ibu.. dan untuk sekarang mama selalu bilang, nikmati keseharian kamu saat ini, kehamilanmu, pekerjaanmu, rumah tangga mu, dengan kamu memutuskan bekerja bukan berarti kamu menghindar menjadi seorang ibu, apapun keadaan kamu, kamu tetap pemegang mutlak keputusan untuk anak-anakmu nanti, cuma satu suara yang harus kamu denger: Suara Imam Kamu. 

Note: ditulis ketika saya belum melahirkan, jika nanti ada perubahan sikap berarti sense of parenting saya mulai mendekati “siap” ;p

No comments:

Post a Comment