Assalammualaikum,
Saya rasa menikah itu kebutuhan mutlak setiap individu, mungkin
bukan upacaranya tetapi kebutuhan untuk berbagi dengan orang lain itu yang
paling dibutuhkan.
dilihat dari umur pernikahan saya yang belum genap satu tahun
rasa-rasanya sok tau ya kalau saya tiba” mengambil topic tentang pernikahan,
bukan, saya bukan ingin menceramahi atau berbagi pengalaman, saya hanya ingin
cerita saja tentang ke Galau an saya sebagai seorang muslim dan kebetulan
menjadi pengamat dan wadah cerita beberapa orang di sekitar saya.. hehehheehe..
let me give u my uneg-uneg!!
----------------------------------------------------------------------
Saya inget ketika
dulu tante saya (adik sepupu ayah saya yang paling kecil) memutuskan untuk
menikah dengan pasangannya yang berbeda Agama, kita semua keluarga besar
menolak dengan keras, bahkan nenek saya sampai jatuh sakit. Tetapi si tante bersikeras, mungkin karena sudah
terlanjur cinta dan dia berfikiran bahwa setiap agama adalah sama. Dia tetap menikah,
kedua orangtuanya, kakek-nenek saya memutuskan tidak datang, begitupun beberapa
anggota keluarga yang lain, hanya pakde saya saja yang menghadiri, menurut
beliau, beliau perlu melihat adiknya benar-benar telah menikah, iya mereka
menikah di Gereja.
Setelah itu kita selalu bertanya-tanya apakah si tante ini, adik
bungsu mereka, masih menganut Islam atau tidak? Terkadang dia ikut sholat
berjamaah, dan masih berpuasa. Lantas bagaimana dengan pernikahannya di Gereja?
Entahlah.. ketika anak pertama tante
lahir, dia laki-laki. Orangtua mana yang tidak senang mendapatkan seorang cucu,
saya inget satu kejadian lucu, begitu anak itu lahir keluarga besar tante saya
bingung, di adzan kan atau tidak ya? Akhirnya kakek saya memutuskan untuk di
adzan kan, tapi tidak lama datang pendeta untuk mendoakannya juga..
Cerita lain,
teman saya, dia telah berpacaran lama dengan lelaki ini, mulai dari awal
kuliah, awalnya tidak ada niat untuk serius tapi lama-lama sulit juga ya untuk
berpisah. Mereka sempet putus, tapi sepertinya karena masih sama-sama cinta
mereka kembali lagi. Sama kasusnya, yang pria berbeda agama dengan yang wanita,
dan orangtua si wanita sudah menentang rencana apapun yang berkaitan dengan
pria ini termasuk menikah.
Sampai sekarang mereka tetap backstreet, wanita ini bercerita
kepada saya kalau dia telah memutuskan untuk mengikuti agama si lelaki, tetapi
kadang dia pun masih suka menjalankan ibadah layaknya muslim. Jujur saya sakit
hati,setiap melihat dia seperti itu, saya melihat agama saya seperti dipermainkan.
Dia ikut berdoa bersama pacarnya di gereja, tetapi kadang dia masih sholat 5
waktu ketika orangtuanya menyuruhnya. Terakhir dia bilang, dia sedang menyusun
rencana untuk menikah, keputusan apapun itu, saya harap dia akhirnya bisa
memutuskan keyakinan apa yang akan dia ambil.
Yang terbaru,
kemarin lusa, saya sempet chatting an dengan salah satu teman kuliah saya.
Jarang-jarang saya ngobrol sama dia, termasuk salah satu manusia sibuk soalnya teman
saya itu. Seperti biasa dia menanyakan kehidupan pernikahan saya, saya bilang
Alhamdulillah baik, walaupun masih LDR. Dan saya bertanya balik, gimana kamu
sama cowok yang terakhir? Dia bilang masih lanjut, dan sepertinya memang ingin
berakhir dengan lelaki ini,
jujur saya bahagia
ngedengernya karena saya tahu dia adalah salah satu perempuan yang “family oriented” jadi saya yakin ketika
dia bekeluarga nanti mampu lah mengurusi keluarganya dengan baik, kemudian dia
bilang, “tapi mama belum setuju put..” jadi si mamanya ini tidak setuju temen
saya dengan pria terakhir karena ternyata si pria terakhir adalah seorang
khatolik yang taat.
“Wooww.. berat ya “ itu
komentar saya, tapi dia bilang, nggak kok biasa aja, kita akan nikah secara
terpisah, lagipula selama ini dia gak pernah nuntut saya untuk ikut dia begitu
juga sebaliknya, jadi agama kami tetap masing-masing.. *jujur saya masih
bingung dengan konsep menikah terpisah seperti itu..*
Dan tadi pagi
saya baru dapet cerita bahagia dari salah satu teman cowok saya, dia sedang
meyakinkan keluarganya supaya dia bisa diijinkan untuk menikah dengan seorang
muallaf. Dengar dia cerita seperti itu
saya sempet kaget dan ragu, “kenapa nih cewek jadi muallaf?” singkat cerita
ketika perempuan ini sedang mempelajari agama dia yang sebelumnya, dia
mendapatkan keraguan dengan konsep “KeTuhanan”. Setelah mencari selama kurang
lebih 4 tahun, Alhamdulillah dia menemukannya di Islam, pada saat dia mulai
belajar sholat.
Tapi saya bilang ke temen itu, hati” kalau ingin menikahi
seorang muallaf, pahami dulu alasan-alasan dia memilih Islam, samakan
Visi-Misi, karena Islam sendiri memiliki banyak “sudut pandang” (mulai dari
yang aliran keras sampai yang bener-bener liberal) jangan sampai Islamnya sama
tapi sudut pandangnya beda,
Kenapa saya ragu dengan menikahi seorang muallaf? Menurut saya,
ketika seseorang memutuskan untuk berpindah agama hanya karena untuk mengikuti
pasangan hidupnya, saya Cuma khawatir keturunan-keturunannya saja, apakah dia
bisa menjadi orangtua yang baik dan mendidik sesuai ajaran Islam? Selain itu,
ketika seseorang berpindah hanya karena “cinta kepada pasangan” apakah agama
itu akan bertahan ketika orang yang dicintai meninggal terlebih dahulu? Kita
gak pernah tahu umur masing-masing kan? Alhamdulillah jika seorang muallaf
mendapatkan hidayah semata-mata karena kecintaannya kepada Islam, bukan
“orangnya”, dan bisa menjaga keislamannya itu hingga akhir hayat.
Awal-awal kuliah saya
pernah didekati oleh seorang pria non-muslim, dia termasuk salah satu jemaat
yang taat, cara dia mendekati saya cukup lucu juga sih, awalnya minta belajar
akuntansi bareng, terus di suatu pagi dia dateng ke kosan saya sambil bawain
saya susu hangat, gak pake bungkus plastic, atau susu kotak ya, tapi dia bawain
pakai mug beruang dari kos-nya ke kosan saya. Dan cerita itu lumayan terkenal
di antara temen-temen seangkatan, sampai suatu malam, dia ngajak saya keluar
cari makan dan menyatakan perasaan dia ke saya, sebenernya saya gak terlalu
punya perasaan khusus ke dia, anaknya baik, sopan, manis, pinter, tapi entah
kenapa “he is not my type” selain karena kita beda agama ya.
Tapi ketika dia membahas tentang perasaannya itu ke saya, saya
sempet iseng nanya “nanti kita ke depannya gimana?” bukan karena saya ingin
serius atau menjalin hubungan ya, Cuma mau tahu aja sudut pandang dia akan
masalah seperti itu kayak apa.. dan dia bilang: “ya
lihat nanti saja, kita jalanin saja yang sekarang, biar kita sama-sama belajar
perbedaan masing”.
Dan detik itu juga, dia kehilangan respect di mata saya, buat
saya Agama apapun itu, Tuhan harus dinomor satukan. Ketika dia bilang “lihat
nanti saja…” saya berfikir, jadi maksudnya kamu ingin mengenyampingkan Tuhan
untuk sementara waktu, begitu? Bagaimana kalau “Tuhan yang mengenyampingkan
kita untuk sementara waktu?” waahhh.. bisa berabe Dunia Akhirat tuh. Tapi Setelah
itu kita masih tetep deket, sampai akhirnya saya yang memutuskan untuk menjauh,
karena rasanya gak nyaman saja. Dan setelah saya menjauh, dia sepenuhnya gak
pernah ngajak saya ngobrol lagi, sampai saya dapet berita terakhir kalau dia
sudah meninggal terkena kanker.
Saya gak bisa
paham dengan pola pikir orang-orang yang tetap bertahan dengan “perbedaan”
seperti itu hanya karena cinta dan sudah sama-sama cocok, saya mungkin egois
dan dangkal jadi agak kurang paham dengan konsep cinta yang seperti itu. Tapi
saya bingung, cocok darimana ya? Jelas-jelas perbedaannya besar banget?
IMO, Agama itu dasar kehidupan yang menentukan seperti apa kita
bertindak dan berperilaku sehari-hari. Saya gak akan membahas agama apa yang
lebih baik karena itu berkaitan dengan akidah, tapi rasanya egois saja, kalau
kita “berpindah Tuhan” hanya karena cinta kita kepada manusia, begitu juga
dengan orang-orang yang tetep keukeuh untuk menikah dengan perbedaan yang ada,
dan masih menganut kepercayaan masing-masing.
Dalam Islam, pernikahan
wanita muslim dengan laki-laki non-muslim hukumnya Haram, begitu juga dengan
pria muslim yang ingin menikahi wanita non-muslim, memang masih ada perbedaan
berkaitan dengan pria muslim menikah dengan non-muslim.
“Dan
Janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik hingga mereka beriman (masuk
islam). Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik,
walaupun ia menarik hatimu, dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik
(dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak mukmin
lebih baik daripada orang musyrik walaupun dia menarik hatimu.. (QS:al-Baqarah:221)”
Menurut ulama Muhammadiyah, Sebenarnya menikah berbeda agama
juga dilarang di dalam agama Nasrani, hal itu tercantum dalam perjanjian alam,
kitab ulangan 7:3.
Isi perjanjian Ulangan 7:3-26 “Janganlah
juga engkau kawin-mengawin dengan mereka: anakmu perempuan janganlah kauberikan
kepada anak laki-laki mereka, ataupun anak perempuan mereka jangan kauambil
bagi anakmu laki-laki: 7:4 “sebab mereka akan membuat anakmu laki-laki
menyimpang daripada-Ku, sehingga mereka beribadah kepada allah lain. Maka murka
TUHAN akan bangkit terhadap kamu dan Ia akan memunahkan engkau dengan segera”
Dalam UU No 1 tahun 1974 pasal 2 ayat 1 disebutkan bahwa: “pernikahan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum
masing-masing agamanya dan kepercayaanya”
Saya juga kasihan
dengan anak yang dilahirkan nanti, ada yang bilang, “kok malah mikirin anaknya
sih? Yang menikah kan orangtuanya, Agama itu bukannya panggilan hati ya? Jadi ya
terserah dong anaknya nanti mau ikut kemana?”
Rasulullah saw. Bersabda: Tidaklah anak yang
dilahirkan itu melainkan lahir dengan membawa fitrah. Maka orang tuanyalah yang
akan menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Sebagaimana seekor binatang
ternak yang melahirkan anaknya dalam keadaan sempurna (tanpa cacat), apakah
lantas kamu lihat terdapat cacat pada telinganya?”
Ada juga yang
bilang, inilah jodoh Tuhan yang diberikan kepada saya, ya masa’ mau saya tolak.
Saya pernah membaca, Jodoh memang termasuk “Harta” yang diberikan oleh Tuhan,
tetapi ketika Tuhan memberikan harta, memberikan kesenangan, maupun kesusahan
itu semata-mata untuk menguji, apakah dengan hal-hal itu kamu akan semakin
mendekatkan diri atau malah bertambah kufur? Pernah gak berfikir, Tuhan sengaja
memberi kita pria menarik di depan mata untuk menguji keimanan kita? Apakah
dengan hadirnya pria itu kita akan berpaling dari Tuhan atau malah semakin
dekat kepada Tuhan?
Pernikahan, Anak dan keturunan adalah anugerah Allah yang akan
ditanyakan di hari kiamat. Rasulullah saw bersabda yang disampaikan oleh Abu
Said Al-Khudri dan Abu Hurairah ra., “pada
hari kiamat nanti, seorang hamba akan dipanggil di hadapan Allah dan ditanya,
‘bukankah Aku telah menjadikan bagimu pendengaran, penglihatan, harta, dan
anak? (dalam riwayat lain ditanyakan, ‘Bukankah aku telah menikahkan kamu?’)
‘Bukankah Aku telah menaklukan binatang ternak dan ladang untukmu? Bukankah aku
telah membiarkanmu berkuasa dan hidup? Apakah dulu kamu menyangka bahwa kamu
akan bertemu dengan harimu ini?”
Dijawab: “Tidak.”
Maka Allah pun berfirman, “Pada
hari ini Aku melupakan dirimu seperti dahulu kamu melupakan-Ku.”
Pada akhirnya saya hanya bisa bilang, tolong berfikir dulu
sebelum bilang “Yes, I Do” karena pernikahan ini bukan hanya untuk Dunia saja,
melainkan sepanjang masa. Dosa kita sebagai manusia sudah banyak, janganlah
membebankan kepada anak, cucu kita nanti dengan “masalah pernikahan kedua
orangtuanya”.
Wassalammualaikum.
Source:
m.republika.co.id,
Ir.Muhammad Ibu Abdul Hafidh
Suwaid “Cara Nabi Mendidik Anak”,
www.sabda.org/sabdaweb/
Ngga tau bilang apa :-O Sedikit ternganga dengan ceritanya..
ReplyDeleteBismillah, insyaAllah agama juga menjadi kriteria suami saya nanti ^^
@Annisa: Aamiin Ya Rabb.. :) Semoga dipilihkan jodoh yang terbaik oleh Allah ya.. Sebagai Jodoh di bumi dan juga Insya Allah di surga nanti.
ReplyDelete